Wisata Sejarah dan Budaya di Lumajang yang Tak Banyak Orang Tahu. Lumajang, sebuah kabupaten yang terletak di kaki Gunung Semeru, dikenal dengan keindahan alamnya seperti Air Terjun Tumpak Sewu dan danau Ranu Kumbolo.

Namun, di balik panorama alam yang memukau, Lumajang juga menyimpan kekayaan sejarah dan budaya yang belum banyak terungkap ke publik. Tempat-tempat bersejarah dan tradisi budaya yang hidup di tengah masyarakat menjadi bukti bahwa Lumajang bukan hanya destinasi wisata alam, tapi juga destinasi wisata sejarah dan budaya yang kaya dan memikat.

Baca juga: 7 Alasan Mengapa Lumajang Cocok Jadi Destinasi Wisata Favorit di Jawa Timur

Artikel ini akan mengulas beberapa wisata sejarah dan budaya di Lumajang yang masih jarang diketahui, namun layak untuk dijelajahi. Penjelasan akan mencakup situs bersejarah, tradisi budaya, peninggalan kerajaan, hingga tips berwisata secara bijak.


1. Situs Biting – Jejak Peradaban Kerajaan Lamajang Tigang Juru

Situs Biting adalah salah satu peninggalan bersejarah yang paling penting di Lumajang. Terletak di Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, situs ini merupakan bekas permukiman dan pusat pemerintahan Kerajaan Lamajang Tigang Juru yang pernah berdiri sekitar abad ke-13.

Dinding benteng dari batu bata merah yang mengelilingi area situs membentang sepanjang lebih dari 10 kilometer. Meskipun banyak yang sudah rusak karena waktu dan aktivitas manusia, beberapa bagian benteng masih bisa dilihat dengan jelas dan menyimpan aura megah masa lalu.

Situs ini menyimpan nilai historis tinggi karena disebutkan dalam Kitab Negarakertagama sebagai salah satu pusat kekuasaan penting di era Majapahit. Belum banyak orang menyadari bahwa Lumajang pernah menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah Nusantara.

Nilai Budaya:

  • Menunjukkan sistem pertahanan kuno.
  • Menjadi bukti kemajuan teknologi arsitektur masa lampau.
  • Menjadi simbol identitas sejarah masyarakat Lumajang.

2. Candi Mandara Giri Semeru Agung – Perpaduan Sejarah dan Religi

Candi Mandara Giri Semeru Agung terletak di Desa Senduro, di lereng Gunung Semeru. Meski bergaya arsitektur Hindu Bali, candi ini sebenarnya adalah tempat peribadatan umat Hindu Tengger yang tinggal di sekitar kawasan Gunung Semeru.

Candi ini tidak hanya menarik dari sisi arsitektur dan spiritual, tetapi juga menjadi titik temu budaya antara masyarakat Jawa dan Bali. Setiap tahun, candi ini menjadi tempat pelaksanaan upacara keagamaan besar seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan yang turut dihadiri umat Hindu dari berbagai daerah.

Selain nilai religiusnya, candi ini menjadi saksi hidup toleransi antar umat beragama di Lumajang.

Daya Tarik:

  • Lokasi dengan pemandangan Semeru yang menakjubkan.
  • Upacara budaya dan keagamaan yang unik.
  • Menyuguhkan nuansa Bali di tanah Jawa Timur.

3. Pura Rahayu Giri Arjuno – Warisan Leluhur yang Masih Terjaga

Masih di kawasan Senduro, terdapat pula Pura Rahayu Giri Arjuno. Pura ini merupakan pusat kegiatan spiritual dan budaya masyarakat Hindu lokal. Yang menarik, pura ini tidak hanya digunakan untuk ritual, tapi juga sebagai tempat belajar tentang adat istiadat, tarian, dan bahasa Sanskerta.

Pura ini juga menjadi simbol kuat keberadaan komunitas Hindu di Lumajang yang hidup berdampingan dengan masyarakat mayoritas Muslim. Momen-momen upacara besar seperti Ngaben atau Melasti sering kali dijadikan daya tarik wisata budaya yang terbuka untuk umum dengan tetap menghormati nilai-nilai sakral.


4. Makam Adipati Arya Wiraraja – Jejak Tokoh Kunci Sejarah Nusantara

Adipati Arya Wiraraja adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit. Ia dikenal sebagai penasehat Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Makamnya terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Candipuro.

Sayangnya, tidak banyak yang tahu bahwa tokoh besar ini dimakamkan di Lumajang. Di lokasi makam, suasana hening dan penuh khidmat memberikan kesan ziarah spiritual yang dalam. Kompleks makam ini masih dijaga dan menjadi tempat napak tilas sejarah oleh beberapa peziarah dan sejarawan.

Kenapa Layak Dikunjungi:

  • Jejak sejarah penting Majapahit.
  • Tempat refleksi dan penghormatan terhadap tokoh Nusantara.
  • Suasana tenang dan religius.

5. Tari Topeng Kaliwungu – Ekspresi Budaya Lokal yang Langka

Tari Topeng Kaliwungu merupakan warisan budaya yang berasal dari Desa Kaliwungu, Kecamatan Tempeh. Tarian ini dimainkan oleh penari dengan topeng yang menggambarkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita rakyat atau legenda Jawa.

Tarian ini mengandung nilai-nilai filosofis tentang kebaikan dan kejahatan, serta pesan moral kepada generasi muda. Sayangnya, seni ini hampir punah karena minimnya regenerasi. Namun beberapa sanggar di Lumajang masih melestarikannya secara swadaya.

Menonton langsung pertunjukan Tari Topeng Kaliwungu bisa menjadi pengalaman yang mengesankan dan menggugah kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya tradisional.

Baca juga: Wisata Keluarga & Makan Enak! 7 Rekomendasi Destinasi Kuliner yang Wajib Dicoba


6. Ritual Unan-Unan – Tradisi Bersih Desa di Lumajang

Unan-unan adalah salah satu tradisi budaya yang masih lestari di beberapa desa di Lumajang, seperti di Desa Klanting. Tradisi ini merupakan upacara bersih desa yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen dan keselamatan desa.

Dalam prosesi Unan-unan, masyarakat mengarak sesaji, hewan ternak, dan hasil bumi keliling desa. Acara ini diiringi dengan gamelan dan kesenian tradisional. Ritual ini menggambarkan kearifan lokal yang menjunjung tinggi hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Tradisi ini menjadi ajang silaturahmi, pelestarian budaya, sekaligus atraksi wisata budaya yang autentik dan sarat makna.


7. Museum Daerah Lumajang – Pintu Masuk Memahami Sejarah Lokal

Museum Daerah Lumajang terletak di Jalan Alun-Alun Timur dan menyimpan banyak koleksi benda peninggalan sejarah. Di dalamnya, pengunjung bisa menemukan artefak prasejarah, naskah kuno, peralatan tradisional masyarakat Lumajang, serta dokumentasi perkembangan budaya daerah.

Museum ini menjadi tempat edukatif yang menarik, terutama bagi pelajar dan wisatawan yang ingin mengenal lebih dalam tentang akar budaya dan perjalanan sejarah Lumajang.


Tips Berwisata Sejarah dan Budaya di Lumajang

Agar perjalanan Anda lebih bermakna dan berjalan lancar, berikut beberapa tips singkat:

  1. Pelajari Sejarah Lokasi Sebelum Berkunjung
    Membaca ringkasan sejarah atau artikel tentang tempat yang akan dikunjungi akan memberikan perspektif yang lebih dalam.
  2. Gunakan Pemandu Lokal
    Pemandu lokal bisa memberikan informasi unik yang tidak tersedia di buku atau internet. Ini juga cara mendukung ekonomi warga sekitar.
  3. Hormati Aturan Adat dan Budaya Setempat
    Selalu berpakaian sopan dan menjaga perilaku, terutama saat mengunjungi situs suci atau saat berlangsungnya ritual adat.
  4. Dokumentasikan dengan Bijak
    Mengambil foto diperbolehkan di banyak tempat, tetapi sebaiknya minta izin terlebih dahulu, terutama saat ada kegiatan keagamaan atau tradisional.
  5. Beli Oleh-oleh Lokal
    Mendukung kerajinan lokal adalah bagian dari pelestarian budaya. Cari batik khas Lumajang, topeng tradisional, atau kuliner khas sebagai oleh-oleh.

Kesimpulan

Lumajang bukan hanya sekadar kabupaten yang kaya akan pesona alam, tetapi juga menyimpan harta karun budaya dan sejarah yang luar biasa. Situs Biting, Candi Mandara Giri, makam Arya Wiraraja, hingga tarian dan ritual adat menunjukkan betapa dalamnya akar budaya masyarakat Lumajang.

Sayangnya, kekayaan ini belum sepenuhnya terekspos ke dunia luar. Namun, justru karena belum terlalu dikenal, wisata sejarah dan budaya di Lumajang menawarkan pengalaman yang lebih autentik dan belum tercemar oleh keramaian wisata massal.

Bagi pencinta sejarah, penikmat budaya, maupun wisatawan yang haus akan makna dan kedalaman perjalanan, Lumajang adalah destinasi yang patut dimasukkan ke daftar kunjungan.

Jadi, jika Anda berencana menjelajahi sisi lain Jawa Timur, pertimbangkan untuk menjelajahi Lumajang bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi karena kekayaan sejarah dan budayanya yang luar biasa dan belum banyak orang tahu.

Baca juga: Apa Itu Nasi Tiwul? Makanan Tradisional Khas Yogyakarta yang Bernuansa Nostalgia